Contoh Studi Kasus Mencari Masalah
Study
Case in SMP Muhammadiyah
Oleh:
M. Ahkam A
Studi kasus ini
dilakukan pada hari Jumat di SMP Muhammadiyah Makassar pada tanggal 30 maret,
tepatnya pada kelas VII C. Studi kasus ini diadakan atas dasar pengobservasian
dalam hal perkembangan pengajaran bahasa inggris ataupun masalah-masaah yang
terjadi di dalam kelas- baik itu dirasakan oleh guru, siswa, ataupun
pengobservasi sendri. Lebih jauh lagi kesenjangan yang terjadi khususnya yang
terdapat di kelas yang diobservasi diharapakan mampu diberikan solusi oleh
pengobservasi atau si peneliti kelak. Studi kasus sangat berguna dalam mencari
masalah-masalah yang dapat terjadi didalam kelas dan membuat hipotesis terhadap
masalah itu yang kelak dapat menjadi dasar riset selanjutnya.
Kelas VII C (diurut
bedasarkan urutan nama para siswa) yang terdiri dari 30 orang siswi tanpa
seorang siswa (laki-laki) diajar oleh seorang guru perempuan berinisial NU. Bu
NU yang mengajar kelas ini memilih untuk mengajar mereka di ruangan
laburatorium bahasa inggis (meeting club)
dengan dasar keefektifan. Ruangan yang ditempati ini cuku luas tanpa ada kursi
untuk para siswa- siswa harus duduk melantai. Tanpa adanya bantuan power point
ataupun yang sejenisnya- hanya dengan menggunakan papan tulis, spidol, dan
bantuan buku pegangan siswa yang telah dirancang oleh pihak sekolah, lebih
tepatnya dirancang oleh para guru bahasa inggris disekolah itu dengan berdasar
pada silabus oleh pihak Mendiknas- bu NU memulai pelajaran.
Tak seperti kelas
pengajaran bahasa inggris yang bersifat konvensional, sang guru nampak begitu
akrab dengan para siswinya. Dalam kelas ini juga sang guru memakai metode
diskusi yang membuat para siswi aktif dan ikut larut dalam proses pembelajaran.
Walaupun tersedia meja dan kursi khusus untuk guru, sang guru lebih memilih
untuk berdiri di depan para siswi dan ikut duduk melantai dengan dasar
psikologi siswa- siswa merasa lebih nyaman. Terlebih jauh lagi sang guru lebih
mengutamakan penggunaan L2 (bahasa
Inggris) untuk para siswa. Sementara untuk sang guru, dia mencoba
mengkombinasikan L2 dan L1 (bahasa Indonesia) dengan lebih
mengutamakan penggunaan L2.
Tak seperti pada
umumnya, tanpa memberi salam- dikarenakan kondisi yang kurang memungkinkan
yaitu sang guru telah berada di ruangan kelas (laboratorium) terlebih dahulu
dan juga para siswa tidak bersamaan masuk kelas (masih ada beberapa yang
terlambat)- bu NU memulai pelajaran dengan mengatur posisi duduk siswa terebih
dahulu (management classs) dengan
instruksi:
“Don’t
sit too close [too your friend]!”
“Move
backward!”
Sang guru mereview
sekaligus melanjutkan pelajaran pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan sebelumnya
itu guru memberikan tugas rumah (PR) kepada siswa yaitu beberapa pertanyaan
dari sebuah teks reading (bacaan). Sebelum
mereview pelajaran bu NU terlebih dahulu mengecek pekerjaan rumah para siswa.
Para siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya dipisahkan dari kelompok siswa
lainnya. Mereka diharapkan untuk menyelesaikan tugas mereka terlebih dahulu
sebelum ikut pada kelompok siswa yang telah menyelesaikan tugas untuk mengikuti
proses belajar mengajar.
Setelah memisahkan para
siswa guru melanjutkan proses pembelajaran. Bu NU memulai dengan mengajukan
pertanyaan yang ada di teks kepada siswa dan sang guru meminta pendapat para
siswa mengenai pertanyaan tersebut.
Cotoh: “What do you think about money?”
Para siswapun dengan
antusiasnya mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sang guru
menunjuk beberapa siswa untuk mempersentasikan atau menyampaikan pendapat
mereka. Lebih jauh guru mencoba untuk memnyemangati siswa untuk menyampaikan
ide yang berbeda dengan siswa sebelumnya. Contoh: “Do you
agree with A’s (nama seorang siswa)
answer?” atau “Do you think money is
very important?”
Diskusi ini terus
dijalankan hingga menyelesaikan tahap inti dalam pemberian pelajaran. Dalam
proses ini, bu guru tak hanya fokus kepada kelompok siswa yang diijinkan
mengikuti proses pembelajaran (yang telah mengerjakan tugas rumah) tapi juga
kelompok yang lain (yang belum mengerjakan tugas) walau treatment/perlakuan yang berbeda. Dikelompok terakhir ini guru
hanya memberikan petunjuk bagi mereka dalam menyelesaikan tugas rumah mereka
yang belum selesai.
Sang guru mengabsen
siswa setelah tahap inti pembelajaran selesai. Lanjut, guru memberikan soal “fill in the blanks” yang masih terkait
dengan teks reading sebelumnnya. Tugas ini bersifat individu. Dalam tugas
ini guru tidak ikut secara langsung
dalam membantu siswa mengerjakannya. Tapi guru siap memberikan bantuan kepada
siswa yang masih Nampak lemah disbanding yang lainnya.
Setelah menyelesaikan tugas,
para siswa mengumpulkan tugas kepada sang guru, di mana guru tidak langsung
memeriksa pekerjaan mereka. Setelah semua terkumpul semua siswa diperbolehkan
pulang tanpa adanya penutupan secara formal. Hal ini dikarenakan siswa
diperbolehkan pulang jika sudah mengumpulkan pekerjaan mereka. Hal ini tak
membuat siswa 100% bersamaan pulang dan membuat bu guru tak dalam keadaan yang
baik untuk mengatakan penutupan secara formal.
Refleksi
Guru:
- Para siswa
dalam pembelajaran masih sering ribut yang tak membantu efektifitas
pembelajaran.
- Tingkat intelejensi
siswa dalam kelas tidak sama. Siswa tidak diurut berdasarkan prestasi
dengan alasan kekhawatiran akan adanya diskriminasi baik dalam lingkungan
siswa maupun dalam lingkungan guru.
- Siswa masih
sering ragu dan malu untuk berbicara mengugunakan bahasa inggris.
- Siswa kurang motivasi untuk belajar
bahasa inggris.
- Siswa masih
sering tak mengerjakan tugas rumah mereka.
- Siswa masih
sulit menulis dalam bahasa inggris dengan baik dikarenakan kurangnya kosakata
mereka.
- Metode sang
guru yang menggunakan bahasa inggris lebih sebagai bahasa pembelajaran
tidak berjalan dengan baik dikarenakan siswa masih lebih sering
menggunakan bahasa inggris.
- Mahasiswa
masih sering kesulitan membedakan teks report
dan teks descriptive.
- Kosakata
siswa masih sangat kurang untuk membantu mereka memahami teks bacaan.
- Sulitnya
bagi mereka menulis teks berbahasa inggris dikarenakan kurangnya ide dan penguasaan
kosakata.
Refleksi
siswa:
- Mereka
sering malu menggunakan bahasa inggris (speaking) dikarenakan takut salah.
- Mereka
masih takut berbahasa inggris (speaking)
dikarenakan kurangnya kosakata mereka.
- Mereka menganggap
bahasa inggris itu sulit diakenakan harus mempelajari struktur bahasa
inggris (grammar) yang mempunyai
struktur beda dengan bahasa Indonesia..
- Mereka
malas membaca (reading)
dikarenakan kurangnya kosakata mereka untuk memahami bacaan tersebut.
- Reading
dianggap membosankan.
Refleksi
pengobservasi:
- Siswa takut
berbahasa inggris (speaking).
- Siswa masih
mempunyai banyak kesalahan dalam strukur bahasa inggris (grammar).
- Siswa
sering kesulitan dalam menulis (writing)
dikarenakan kurangnya penguasaan kosa kata.
- Siswa masih
kekurangan pengausaan kosa kata yang seharusnya telah didapatkan ketika
masih di sekolah dasar.
Posting Komentar untuk "Contoh Studi Kasus Mencari Masalah"